Status Facebook
Hari itu adalah sebuah hari
yang masuk dalam daftar nama-nama hari. Ya, itu adalah hari Minggu. Hari di
mana orang-orang sibuk dengan sebegitu santai. Seperti jalan-jalan santai,
berbelanja di mal dengan santai dan bermacam santai lainnya yang dianggap
santai.
Karena terinspirasi dengan
kesantaian kebanyakan orang di hari itu, saya pun ikutan seperti mereka. Tiduran
di atas kasur sembari memainkan hp, itu terbilang santai.
Di sana, di dalam hp,
facebook saya buka. Setelah dibuka, tidak saya tutup lagi, karena keperluan
saya akan membukanya belum tertunaikan. Waktu itu saya ingin menanyakan kepada Tantri
tentang sebuah buku antologi esai IAD karangan orang-orang kelasnya. (IAD
akronim dari Ilmu Alamiah Dasar)
Saya mulai menulis nama ‘tantri’
pada kolom pencarian di sana, di Facebook. Setelah saya menekan ikon pencarian,
eh, kenapa malah masuk ke beranda. Tapi tidak mengapa, saya harus belajar
bersabar. Kemudian saya kembali melanjutkan ekspedisi itu. Dan saya dapati dia,
si yang bernama Tantri itu, Tantri Asfahani.
“Tri, buku IAD teh
gimana? Jadinya bagus enggak?” saya menulis pesan kepada Tantri.
Setelah selesai menunaikan
kepentingan, saya simpan hp, entah di mana lupa lagi soalnya. Oh iya, di simpan
di rumah saya. Dan saya tiduran di kamar. Hingga akhirnya tidak tertidur juga
karena memainkan laptop.
Sekitar dua jam berlalu,
itu saya melihat hp. Karena saya melihatnya, ya sudah saya mainkan lagi hp itu.
Dan buka lagi Facebook.
“Lara Sati dan 2 lainnya mengomentari kiriman anda,” kata
Facebook. Itu ketika saya baru membukanya dan melihat beranda terdapat tulisan
seperti itu, “Lara Sati dan 2 lainnya
mengomentari kiriman anda.” Padahal enggak perlu saya tulis lagi. Itu sudah ada
di atas.
Saya merasa heran dengan
perkataan Facebook itu. Perasaan saya enggak pernah nulis status di Facebook.
Saya coba buka itu
pemberitahuan dari si Facebook. Setelah saya buka, ‘tantri’, itu kata pertama
yang saya baca. Kenapa? Karena itu kiriman atau status saya
tersebut.
“Ini
mah ada yang hack!” kata saya dalam jiwa.
Ternyata
dalam Facebook juga ada setannya. Maka sering-seringlah berdo’a dalam Facebook,
supaya malaikat penjaga Facebook dapat mencatatnya dan lalu menertawakannya.
Namun
setelah sekian detik, oh ya, oh, oh, oh saya tidak ingat atau saya lupa.
Sewaktu saya menuliskan kata ‘tantri’ dalam kolom pencarian
teman, mungkin saya tidak sadar telah menulisnya dalam kolom “Apa yang sedang
anda pikirkan?” atau kolom status. Duh!
Kemudian
saya lihat-lihat ke bawah. Bukan ke
alam bawah
sadar saya, tapi maksudnya ke bawah
status yang tidak mengerti telah saya tulis itu. Oh, sudah ada yang memberi
komentar. Adapaun komentar tersebut adalah yang sebagaimana terdapat di bawah
ini. Sebentar! Komentar yang saya tulis di sini sudah saya alih bahasakan ke
bahasa Indonesia dan sedikit saya edit. Lanjut:
Dira
Lufita: “Curiga, euy,” sepertinya Dira
curiga. (Euy: lah)
Falah
Fauziah: “Sama dir curiga,” sepertinya Falah ikut-ikutan curiga.
Dira
Lufita: “Siapa ya.. Kira2 bulah ?” Bulah itu maksudnya ibu Falah. Konon,
katanya Falah itu seorang pengajar berjenis wanita. Makanya disebut ibu.
Falah
Fauziah: “kaya nya nama orang deh dir.” Sebenarnya di situ ada gambar emotion,
tapi saya enggak tahu harus nulis apa di sini. Soalnya enggak tahu emotion
apa itu.
Dira
Lufita: “ihhhh bulah mah L , jadi detektif yu bulah , suttt jangan bilang-bilang.” Saya jadi
curiga sama Dira. Jangan bilang-bilang sama siapa sih? Itu kata saya dalam hati
karena tulisan Dira itu agak membuat saya khawatir tentang kejiwaannya. (Mah=
itu)
Falah
Fauziah: “Haha.. Iihh bener yu ah yuu kita jadi detektif. Intinya mah
tentang masalah seperti ini nih mencurigakan.” Saya enggak mengerti apa
maksudnya bulah.
Lara
Sati: “Cie cieee pada cemburu ya kalian hahaha.” Lara Sati itu bukan semacam
hewan yang hampir punah. Tapi dia sejenis perempuan kaya gitu lah. Dia
ikut-ikutan komentar.
Dira
Lufita: “pokoknya mah masalah cinccaa bulah pakarnya wkwk , yu ahh , sutt
jangan kasih tahu Nahi, wkwk.” Tuh kan, kondisi kejiwaannya semakin
memprihatinkan.
Dira
Lufita: “ehh ada kecemun laroo.” saya enggak tahu apa itu kecemun. Mungkin
semacam gorengan.
Lara
Sati: “Jangan kasih tahu sambil ngomongnya di komenan, agak kabetrik
mungkin si diro hahaha.” Lara membela kekhawatiran saya. (kabetrik
artinya: terjepret, semacam ungkapan kekhawatiran karena penyakit tidak waras
seperti itu mungkin).
Lara
Sati: “Apa ih kecemun teh? Enggak dimana-mana disebut kecemun.” Lara mulai sombong karena di mana-mana dia disebut kecemun. (teh
artinya: itu).
Dira
Lufita: “ohh iya lupa duh , bulah ini fb nya Nahi ternyata , kita salah
beromong-omong nya wkwk.” Dira mulai agak sadar.
Falah
Fauziah: “Aduuhh gimana dong dir, gagal atuh kita mau jadi detektif teh.
Ah dodol deh.” Entah kepada siapa Falah bilang dodol. Mungkin kepada dirinya
sendiri. (atuh= dong)
Falah
Fauziah: “Kecemun teh apa heyy??”
Fikri
Abdillah: “!$()@&(#&(&%_@#)%*#,” Galang, teman saya yang nama lengkapnya Galang Fikri Abdillah ikut-ikutan nimbrung.
Maaf komentarnya enggak saya tulis dengan bahasa baku, Lang
Lara
Sati: “Kalian semua sengklek ah, sudah pada minum obat belum ? @dira @bulah.”
Saya enggak tahu apa itu sengklek. Mungkin semacam sayur-mayur.
Lara
Sati: “Eh, ada orang asing :-D @agalang.” Para pemirsa, Galang dibuli.
Dira
Lufita: “bodreksin bukan laro ? Atau insana sih , apa sih kalau obat kambuh ,
lupa , wkwk.” Bodreksin dan insana itu obat populer di Indonesia. Namun saya
rasa itu enggak tepat buat Dira, penyakitnya terlalu akut.
Dira
Lufita: “Apa atuh A apa , nimbrung terus ah.” Dira menambah dan mempercantik
kata-kata buli dari Lara.
Lara
Sati: “Obat gilaaaa , kalian enggak di bbm enggak di fb stres ih ngomong nya
haha.” Betapa benar pernyataan Lara.
Dira
Lufita: “ampuni laro yang Allah :’(, sadarkan dia ya Allah.” Sepertinya Dira
membela diri.
Falah
Fauziah: “Hhaa.. Ada apa iihh rame banget. Maaf aku baru minum obat.”
Sepertinya virus Dira itu menular pemirsa.
Lara
Sati: “Kok malah aku yang harus di ampuni ih? Kalian mungkiiin haha.” Oh!
Lara
Sati: “Minum obat apa bulah ? Obat stres ? Siap deh bagus! :-D” Oh!
Dira
Lufita: “Tadi aku sama bulah udah makan bodreksin di bagi dua , di rendos pake
sendok soalnya takut MELAG , :-D :-D” Melag itu seperti menyangkut dalam
tenggorokan. Saya enggak tahu apa itu bahasa nasionalnya.
Falah
Fauziah: “Haha.. Dira ini di rendos juga masih melag lohh hhaa,” Tenggorokan
bulah sepertinya kecil.
Lara
Sati: “Sssstttt kaka udah ya , sok minum obat nya yang banyak yah :-D” Lara berkata ‘kaka’ kepada Falah.
Falah
Fauziah: “Enggak ah shaum.” Wesss, Falah setidaknya mau sombong meskipun
sebenarnya tidak.
Fikri
Abdillah: “dianggap orang asing.. :’(“ Sepertinya Galang ingin menunjukkan
kepada dunia bahwa dirinya sedang bersedih.
Falah
Fauziah: “Haha.. Jangan pundung ih kang.” Haha Galang disebut ‘akang’.
Lara
Sati: “Eh iya salah A maaf , orang gak aneh atuh ya :-D” Lara terkesan orang
yang baik seketika meminta maaf.
Mira
Mariana: “hahaha yang punya akunnya kemana.” Mira itu teman saya. Katanya dia
perempuan.
Nahi
Fahmi: “Duh, saudara-saudara, yang membuat status ini mah orang yang
hack akun saya, Nahi. Tadi Dira, Lara sama Falah minta maaf juga sedih udah ngelakuin
“peng-hack-an yang direncanakan”. Juga mereka mau nraktir mie ayam dan coklat
pas kuliah udah masuk, katanya. @Mira,” saya mulai menulis di komentar.
Mira
Mariana: “hahaha wihh di hack.hahhaa kasian :-D asik kecipratan atuh aku ya
Nahi.” Ya, kecipratan air hujan!
Lara
Sati: “Kamu terus-terusan ih itu coklat hahaha @Nahi.” Saya memang seperti itu
sama mereka, suka bilang kalau mereka punya janji mau beliin saya coklat, padahal aslinya enggak.
Falah
Fauziah: “Masih berlanjut juga ini komenan teh haha.”
Itulah
mereka, si para teman-teman di status Facebook saya yang tiba-tiba muncul itu.
Tapi setidaknya saya selalu bersyukur atas kehadiran mereka. Karena mereka
selalu saja berjanji akan mentraktirku mie ayam dan coklat kesukaan saya.
Bandung, 11 Februari 2016. Saat
hujan di bagian bulan.
Comments
Post a Comment