Buang Sampah


Jangan pernah mau jadi sampah!

Kecuali jika kamu mau

Tapi

Kan ada tong sampah!

Mengertilah!



Puisi ini adalah hak cipta saya. Ditulis ketika saya hidup di bumi taktala mengingat sampah. Padanya tertulis, Minggu, 3 Januari 2016. 12.20.

Mendengar kata “buang” saya teringat dengan uang. Tapi sudahlah tidak perlu diperpanjang, bukan itu yang seharusnya saya bahas.

Baris pertama, “Jangan pernah mau jadi sampah!” adalah kalimat pertama yang saya tulis dalam puisi ini. Kenapa? Karena saya mau. Atau mungkin karena saya terlalu sering mendapati orang yang mengotori ruangan bumi dengan sampah miliknya. Sebenarnya kalimat baris pertama itu ada yang mahdzuf (dibuang). Jika disempurnakan, maka akan sempurna. Sempurnanya, “Jangan pernah mau jadi sampah gara-gara membuang sampah pada temannya, bukan pada tempatnya!” Namun karena kepanjangan, saya pendekkan. Supaya apa? Ya, supaya pendek. Pada kalimat pertama ini saya masukan dua makna sampah, yaitu sampah yang diartikan sebagai sesuatu yang dibuang karena dianggap tidak terpakai dan sampah yang diartikan sebagai sesuatu yang hina, termasuk manusia.

Budaya membuang sampah, saya rasa adalah suatu lakonan yang tidak terlalu sulit. Namun nyatanya masih banyak juga orang yang tidak membudidayakannya, tidak seperti membudidayakan usaha ternak sapinya, kambingnya atau ikannya dan bahkan membudidayakan perutnya. Padahal, dengan maraknya program membuang sampah sembarangan akan mengakibatkan akibat yang berakibat. Seperti banjir yang mengakibatkan orang kebanjiran dan akibat lainnya yang serupa. Dengan itu semua, orang yang membuang sampah sembarangan sehingga mengakibatkan banjir, umpamanya, mereka adalah sampah yang membuang sampah, dalam arti mereka membuang dirinya sendiri (membunuh kehidupan sesame manusia). Saran saya, jadilah untuk tidak seperti itu.

Setelah baris pertama, saya tidak menulis untuk baris ketiga, tetapi kedua terlebih dulu. Kalimatnya, “Kecuali jika kamu mau.” Baris kedua tersebut merupakan sebuah pengecualian dari baris sebelumnya yang menyarankan agar tidak menjadi sampah gara-gara membuang sampah sembarangan. Juga saya sarankan, bila memang kamu mau menjadi sampah seperti itu sebaiknya turuti saja kehendakmu, supaya tidak jerawatan. Jika benar, saya akan do’akan “Saya kutuk kau jadi sampah lauk pauk dan jerawatan!”

Tapi” adalah baris ketiga. Dan kata ‘tapi’ adalah bahasa Indonesia. Kalau kamu tidak percaya, coba tanyakan kepada pengusaha rumah makan padang, tukang tahu sumedang atau tukang bakso malang yang asli Indonesia. Pasti mereka jawab, “Iya, itu bahasa Indonesia.”

Kata ‘tapi’ dalam puisi ini saya gunakan karena saya butuh. Tegasnya agar menyambungkan dua kalimat yang tidak selaras, yaitu kalimat pada baris pertama dan ketiga.

Setelah baris ketiga, saya menulis kalimat lagi untuk baris keempat. Dan kalimatnya, “Kan ada tong sampah!” Saya sebegitu yakin bahwa kamu sudah tahu bahwa tong sampah itu adalah tong tempat membuang sampah. Maka jika dikatakan tong uang, itu adalah tempat membuang uang, tong minyak, berarti tempat membuang minyak. Kalau tong gandeng, itu sih bahasa Sunda yang artinya jangan berisik, jadi itu beda.

Di sini saya gunakan kata ‘tong’ merupakan hasil pemikiran dari sebuah teori. Teori yang saya maksud adalah teori pemikiran, yakni “yang disebut sebagian tetapi yang dimaksud adalah keseluruhan.” Jadi saya ungkapkan kata ‘tong’ itu maksudnya adalah seluruh benda yang dijadikan sebagai tempat sampah.

Adapun ketidakselarasan yang saya wujudkan dalam pengungkapan kata ‘tapi’ pada baris ketiga adalah tentang membuang sampah sembarangan padahal sudah telah disediakan tempat membuangnya. Maka orang seperti itu adalah orang yang tidak selaras dengan keselarasannya sendiri. Tidak mengerti? Sayangnya, di sini kamu harus mengerti.

Mengertilah!” adalah kata ‘mengertilah!’ yang saya tulis pada baris terakhir. Saya gunakan kata tersebut pada baris terakhir ini merupakan saran saya agar kamu disebut orang yang selaras atau waras. Artinya jika kamu membuang sampah pada temannya, bukan pada tempatnya kamu adalah orang yang tidak waras. Inilah pikiran saya.

Adapun jika kamu benar-benar berkeinginan keras untuk membuang sampah sembarangan, terus kamu turuti keinginan yang keras itu karena takut jerawatan, jangan khawatir! Sekarang sudah sebegitu banyak produk yang bisa menghilangkan jerawat. Maka mengertilah!

Dengan semua kalimat yang telah saya tuliskan dalam setiap baris puisi di atas, semoga saya bisa mengerti supaya tidak membuang sampah sembarangan. Tulisan ini saya tujukan untuk diri saya sendiri, bukan untuk kamu. Maka dari itu janganlah membaca tulisan ini.



Bandung, 5 Februari 2016

Comments

Popular Posts