Gagal Musyker
Jika tidak salah, hari Ahad atau hari Minggu, saya masih bernafas
waktu itu. Tiga hari sebelumnya sudah saya terima sms. Kamu tahu tiga hari
sebelumnya? Ya, hari Jum’at. Itu sms dari Diani, yang mengenalkan saya dengan Ayah, Pidi Baiq meskipun hanya lewat bukunya. Sms tentang
apa? Sms tentang waktu dan tempat musyker HMJ (Himpunan Mahasiswa Jurusan) nanti, katanya pada hari Ahad di Ciparay. Jam delapan pagi
sudah pada kumpul di kampus, Ciganitri.
Jam delapan kurang saya
sudah bersiap meninggalkan rumah menuju Ciparay. Saya
sudah berjanji ikut dengan saudara
saya, Walid, naik di jok motor belakangnya. Bukan nebeng sih, cuma sayang
kalau naik motor sendiri-sendiri, mubazir nanti. Sampai jam setengah sembilan
saya tunggu, dia belum juga mengucapkan salam di depan rumah.
Yay
itu lengkapnya adalah Yayay, nama panggilan saya. Jika sms itu diterjemahkan
mungkin akan menghasilkan arti “Yay, ada di rumah?” Setelah saya lihat, ternyata
itu sms dari Japra, teman saya.
“Ada,
Pra,” saya balas.
“Kita
rental band, yuk!”
Duh,
waktu itu saya bingung, harus milih antara musyker dan rental band. Tapi karena
Walid tidak datang juga, akhirnya saya berkunjung ke rumah Japra yang jaraknya
hanya 25 meter dari rumah saya. 25 meter itu kira-kira sih, soalnya belum
pernah saya ukur dengan penggaris. Setelah saya sampai, di kamarnya sudah
tertera Galih, sama teman saya juga. Dia senyum. Kemudian saya ceritakan
seharusnya hari ini saya musyker, tapi karena Walid enggak datang, saya ikutan
rental. Dan ingat, ini bukan curhat.
Di
rumah Japra, kami berlatih sebentar. Setelah itu, kami pindah ke rumah saya.
Japra nyusul katanya, mau mandi dulu. Lalu saya dan Galih berangkat. Baru saja
sampai di kamar, terdengar suara motor, bremm brem bremmm. Lalu saya
lihat, ternyata itu suara motor Walid.
“Gimana,
Lih? Walid ngejemput!” saya bertanya kepada Galih yang sama-sama baru sampai ke
kamar.
“Duh,
baru juga sampai,” sahut dia.
Kemudian
Walid datang. Naik tangga. Hingga akhirnya sampai di kamar.
“Maaf
baru ke sini. Tadi nganter ayah dulu,” kata Walid.
“Iya
enggak apa-apa. Mau berangkat sekarang?” tanya saya kepada Walid sambil pusing.
Kenapa? Karena kalau saya berangkat, Galih bakal sedih, rentalnya enggak
bakalan jadi.
“Cuy,
musykernya bukan di Ciparay, tapi di Cibeureum,” kata Walid.
“Cibeureum?
Di mana gitu?” saya nanya karena enggak tahu.
“Itu,
daerah pangalengan, lumayan jauh, lah. Takut motornya enggak naik, euy,”
Walid bicara. Maksud naik di sini bukan naik layaknya biasa, tapi maju di atas
jalan yang menanjak, karena jalan di Pangalengan itu ya seperti itu, daerah
pegunungan.
“Terus
gimana, jadi enggak?” saya tanya Walid
“Terserah!”
jawabnya.
Telolet telolet, hp saya berbunyi. Itu telepon dari Galang, teman yang
ikut musyker HMJ.
“Assalamu’alaikum!”
kata saya.
“Wa
‘alaikumsalam!” Galang sahut.
“Sudah
sampai mana, Nahi?” Maksudnya dia nanya saya sudah sampai mana.
“Saya
baru sampai di alun-alun,” saya jawab. Pasti dia nyangka kalu saya sudah sampai
di alun-alun Ciparay. Padahal belum, belum juga berangkat dan masih berrmain
gitar bareng Galih, Japra dan Walid di rumah.
“Alun-alun
mana?” Galang nanya lagi.
“Alun-alun
Cileunyi, Lang,” saya enggak tahu Cileunyi itu punya alun-alun atau tidak. Dan
juga enggak tahu Cileunyi itu di mana.
“Cileunyi?
Kenapa jauh-jauh ke Cileunyi?”
“Iya,
soalnya baru tahu kalau tempatnya di Pangalengan. Ini juga hampir ke Garut.
Kamu sih enggak ngasih tahu dulu, malah bilang di Ciparay,” saya jawab dengan
bebas, karena tidak ada aturan baku.
“Iya
atuh. Sok saya tunggu. Temptanya dekat Situ Cisanti!” (atuh,
saya enggak tahu artinya, kalau sok, punya arti silahkan)
“Eh,
tapi Lang kayaknya saya sama Walid enggak bisa datang ke Cibeureum,” saya
lanjut berkata.
“Kenapa?”
Galang bertanya seperti orang
yang kesedihan.
“Terus,
Walid juga katanya lagi enggak enak badan,” saya menyampaikan pesan Walid untuk
Galang.
“Ohh.
Iya atuh enggak apa-apa.”
“Eh,
Divisi Litbang siapa aja yang hadir?” saya tanya Galang. Litbang itu akronim
dari Penelitian dan Pengembangan kalau benar. Kenapa saya bertanya? Karena mau.
“Cuma
Nur aja!” jawab Galang.
Kenapa
hanya Nur aja yang hadir coba, padahal Litbang semuanya ada lima orang?
Jawabnya, karena empat orang enggak hadir, termasuk Walid.
“Oh,
cuma Nur aja?” saya tanya kembali.
“Iya.”
“Iya
udah, salam gitu dari Nahi,” saya berbicara.
Setelah
saya bilang seperti itu, dia diam. Sepertinya cemburu sih.
“Iya
udah atuh. Maaf ya Lang enggak bisa hadir,” saya berbicara terus.
“Iya
enggak apa-apa,” jawab Galang.
“Yuk,
assalamu’alaikum!” saya tutup telepon.
“Wa
‘alaikumsalam!”
Duh,
pembicaraan yang terlalu memanjang.
Dan
akhirnya setelah musyker bisa teratasi, saya, Galih, Japra dan Walid bisa
rental band. Tempatnya di Pos One, Nambo. Oh, musyker HMJ!
Bandung, 4 Februari 2016
Comments
Post a Comment