Salah Tulis Empat
Allahu akbar allahu
akbar, itu suara mang Udung adzan
awal. Hayya ‘ala al-shalah, duh saya malu enggak shalat tahajud. Insya
Allah saya akan lakukan lain kali. Tulisan ini saya tulis saat saya bangun
tidur, tepatnya jam 02.57 subuh.
Baru menulis satu paragraf ditambah judul saja
kepala saya sudah tidak bisa diam, kadang tepat
berada di depan laptop, kadang tepat berada di atas bantal. Oh, ngantuknya.
Sebelum
bangun, saya sebenarnya tidur dahulu. Entah kenapa saya bangun sendiri. Kenapa
ya? Sudahlah jangan dibahas.
Sebelum
jam 02.57 atau ketika saya tidak bangun (tidur),
saya bermimpi. Isinya tentang orang gila. Hanya itu yang saya hafal. Tapi,
sudahlah jangan dibahas lagi.
Saya
jadi ingat waktu hari kemarin, andai tidak salah, ketika saya belanja ke toko
mang Deri. Mang Rofiq, saudara dari istrinya mang Deri melayani konsumen, dan saya konsumennya. Mang
Deri juga melayani konsumen, dan bukan saya konsumennya. Kenapa? Karena saya
sedang dilayani oleh mang Rofiq.
“A,
ada pulsa?” seorang emak bertanya kepada mang Rofiq. Kayaknya ia menanyakan pulsa. (A artinya: kakak)
“Ada!” jawab mang
Rofiq.
“Mau
isi, A. Ini nomornya!” si emak
menyodorkan kertas berisi nomor hp.
“Eh,
ada nomornya bu Rita engga?” lanjut si emak, bertanya.
Mau
tahu siapa itu bu Rita? Enggak usah lah.
Soalnya saya juga enggak tahu. Tapi kayaknya best friend-nya si emak.
“Nomor
hp emak-emak, nomor hp laki-laki enggak bakal disimpan, mak. Kalau ABG, baru
disimpan,” mang Deri menyahut, padahal dia sedang menalayani konsumen.
(ABG=Anak Baru Gede)
Ehhh,
si emak seperti yang watados, akronim dari wajah tanpa dosa. Wajahnya
biasa-biasa saja tanpa menghiraukan ucapan mang Deri. Salut lah, mak. Mungkin
si emak merasa bahwa dirinya masih muda.
Setelah
pulang dari toko mang Deri, saya pulang. Di rumah, saya temukan ibu.
“Nahi,
tolong buat sms ke nomor ini!” ibu menyodorkan hp ayah yang sedang ia pegang.
“Iya, Bu!” sahut saya.
“Tidak tahu. Soalnya cuma dikasih empat sama Eulis saja,” itu ibu yang bilang.
Maksudnya ibu nyuruh supaya saya tulis kalimat itu pada hp ayah, lalu
dikirimkan.
Lalu
saya tulis, “Tidak tahu. Soalnya cuma dikasih 4 sama Eulis saja.”
“Bentar,
jangan dulu dikirim! Ibu lihat dulu!” kata ibu.
“Ini,
Bu!” sahut saya sambil menyodorkan hp kepadanya.
“Salah
tulis. Harusnya Empat bukan 4. Empat itu bukan angka tapi nama teman ibu!” ibu mengembalikan hp yang tadi saya sodorkan. Terlihat
ibu ingin ketawa.
“Oh,
hhe,” sambil mengganti kata 4 dengan Empat, saya ketawa. (hhe artinya: hehe)
Bandung, 1 Februari 2016
Comments
Post a Comment